Sebuah kisah nyata dari
seseorang yang saya kenali. Ada seorang remaja putri, umurnya tidak jauh dari
saya. Dia berasal dari keluarga sederhana, keluarga yang biasa – biasa saja.
Dia pernah sekolah di suatu sekolah menengah pertama (SMP) yang dianggap
lumayan bagus oleh masyarakat di desanya. Sehari – harinya dia diberi uang saku
oleh bapaknya seribu rupiah, jumlah yang tidak sedikit pikirnya. Iya, pada
tahun 2007 di kelas tujuh waktu itu. Setiap teman – temannya jajan di kantin,
dia juga ikut ke kantin. Tetapi melihat uang sakunya dia jadi mikir – mikir mau
jajan apa saat itu. Saya betul – betul ingat, dia beli roti Melati yang saat
itu masih dapat mengenyangkan perut dengan harga lima ratus rupiah. Dengan teman
setianya yaitu susu kedelai, juga seharga lima ratus rupiah. Waktu itu dia
sangat bersyukur, walupun uang sakunya sedikit dari pada teman – teman yang
lainnya. Rumahnya pun juga tidak terlalu jauh dari sekolah, sehingga dia bisa
berjalan kaki untuk sampai kesekolahnya. Sampai pada suatu saat, ada temannya
satu kelas mengejek dia. Ya karena setiap istirahat pertama, dia selalu beli
roti Melati dan susu kedelai.
“Eh, kamu kok beli susu dele
sama roti terus tho? Ntar kebanyakan protein nggak baik lho… hehehe.” Ejek
salah satu teman sekelasnya. Tetapi dia diam saja, hanya membalas dengan
senyuman di wajahnya. Didalam hati kecilnya dia berkata, seandainya saya punya
uang lebih dari ini tidak mungkin saya beli ini terus. Satu – satunya jalan
untuk kenyang sampai nanti siang ya beli roti sama susu kedelai.
Setiap hari dia jajan seperti
itu, sampai dia naik ke kelas yang lebih tinggi dia juga tetap diberi uang saku
oleh orang tuanya seribu rupiah per harinya. Tetapi sepekan sekali orang tuanya
sehabis bayaran kerja, baru dia diberi jatah untuk uang sakunya. Semuanya tidak
ada yang kebetulan, sewaktu dia naik ke kelas delapan kantinnya jauh dari ruang
kelasnya. Bisa dibilang dia anak yang malas, karena dia tidak mau keluar ruang
kelas untuk pergi ke kantin. Dia sengaja menahan laparnya. Dia berpikir kalau
hanya menahan lapar sampai nanti pulang sekolah jam setengah dua, sanggup tidak
akan memberi efek padanya. Dia malah lebih banyak pergi ke perpustakaan yang
lebih dekat dari ruang kelasnya. Sampai – sampai penjaga perpus hafal
dengannya. Begitu seterusnya sampai dia naik ke kelas Sembilan, kalau tidak
pergi ke perpus ya ke musholla, karena memang ruang kelasnya lebih dekat dengan
perpustakaan dan musholla.
Salut saya kepadanya, karena
dengan sikapnya yang demikian membuat bangga orang tuanya. Bagaimana tidak?
Setiap ada kebutuhan sekolah yang mendadak, dia berusaha untuk tidak minta uang
kepada orang tuanya. Dia gunakan uang saku yang selama ini dia simpan. Bahkan
ketika orang tuanya membutuhkan uang, dia berikan uang simpanan itu. Uang saku
yang diberikan bapaknya setiap sepekan sekali. Ya mungkin tidak terlalu banyak
jumlahnya, jika dibandingkan dengan jumlah sepekan uang saku teman yang
lainnya. Walau dia adalah anak yang biasa – biasa saja, tetapi ketika dia lulus
dari SMP mampu menunjukkan kerja keras orang tuanya dengan nilai UNAS 32,75.
Menurut saya, itu adalah nilai yang lumayan bagus dan memang pantas untuk dia.
Karena disetiap ulangan dia jarang sekali nyontek bahkan bertanya pada teman
yang lain. Atau mungkin bisa dibilang tidak pernah, saya jarang melihat dia
menyontek pekerjaan yang lain. Dari pada teman saya yang lainnya lulus dengan
nilai 33,sekian. Tetapi tidak murni dia yang mengerjakan.
Setelah dia keluar dari SMP, dia bingung mau melanjutkan sekolah dimana.
Bapaknya mencoba mendaftarkannya di Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI)
di kota. Tetapi memang nasibnya. Yang mendaftar kesana ada delapan ratus orang,
dan yang dibutuhkan hanya sekitar dua ratus orang. Dia termasuk yang tidak
beruntung sekolah disana. Bapaknya bingung, mau disekolahkan dimana anaknya
itu. Dengan harapan, setelah dia lulus dapat langsung bekerja dan dapat
membantu orang tuanya. Banyak Sekolah Menengah Atas dimintai brosur, untuk
dibaca – baca tentang sekolah itu. Ditimbang – timbang, mau dimasukkan ke
sekolah mana anaknya itu.
Sampai pada saatnya, bapaknya
mikir kalau yang penting melanjutkan sekolah untuk mendapatkan ijazah. Masalah
yang lainnya karena memang orang tuanya tidak mampu untuk membayar banyak. Dan
akhirnya dia disekolahkan di Sekolah Menengah Kejuruan di kecamatan. Sekolah
yang tergolong paling murah jika dibandingkan dengan sekolah se-Yogyakarta. Dia
didaftarkan bapaknya kejurusan tata boga. Padahal dia ingin masuk di jurusan
tata busana.
“Yang penting dapat ijazahnya
nduk. Kalau mau bisa menjahit besuk kursus saja.” Bapaknya menanggapi
kemauannya.
Dia masuk ke sekolahnya itu,
disambut baik oleh guru yang yang menangani. Dari tes wawancara hingga selesai
proses pendaftaran dia dikenali beberapa guru di sekolah itu. Setelah masuk ke
kelas pun dia sudah di hafali oleh guru yang menangani pendaftarannya. Tetapi
dia masih merasa asing dengan lingkungan barunya. Terbawa suasana saat masih di
SMP, dia jarang main ketika istirahat. Hanya berteman dengan buku – buku di perpustakaan
atau hanya berdiam diri di kelas mengerjakan sesuatu. Akibatnya di SMK pun dia
tergolong anak yang pendiam. Sedikit teman dan jarang keluar kelas untuk ke
kantin. Ya, biasanya dia pergi ke perpus atau musholla. Kebiasaannya itu
membuat dia dicap “anker” oleh teman – temannya. Jarang ada yang mau bertanya
kepadanya.
Sampai pada suatu saat dia
didekati oleh teman barunya. “Eh, kamu kok diem aja tho? Mbok ya cerita –
cerita. Kan banyak temennya…”
Dia hanya tersenyum dan
tertawa kecil. Malahan temannya tadi cerita tentang uang sakunya yang diberi
oleh orang tuanya. Dia tenang menanggapi itu, dia menceritakan keadaannya bahwa
uang sakunya dijatah per pekan dua belas ribu, yah naiklah dari SMP, karena dia
harus bersepeda lumayan jauh untuk sampai di sekolah barunya. Temannya kaget
mendengar pengakuannya. Diam dan tercengang, pikirnya kok masih ada jaman
sekarang ada anak yang mau di kasih uang saku setiap minggunya dua belas ribu…
sampai mana uang dua ribu sehari? Cuman buat beli gorengan dapat empat.
Walaupun demikian dia biasa saja menanggapi keadaan itu. Nyatanya dia masih
bisa berangkat ke sekolah untuk belajar.
Disaat pemilihan OSIS, dia dicalonkan oleh teman sekelasnya. Alhasil, dia
menjadi anggota OSIS masa jabatan 2008/2009 dengan jabatan sebagai anggota sie
budi pekerti luhur. Tetapi didalam organisasi itu, sungguh kecewa dia dengan
pengurus OSIS. Karena orang yang terpilih sebagai pengurus inti sangat kecil
dampaknya untuk menggerakkan organisasi itu. Dan dia tergerak untuk
membangkitkan semangat berorganisasi. Disaat teman – teman yang lain menyerah
untuk berjuang menjalankan program kerjanya, dia menjadi salah seorang yang
membangkitkan jiwa berorganisasi. Dari puluhan anak yang terpilih menjadi
pengurus OSIS, hanya tiga orang yang benar – benar mau memperjuangkan program
kerjanya. Dan dia termasuk, menjadi salah seorang dari ketiga orang tersebut.
Disaat liburan sekolah, orang bertiga tadi berangkat sekolah untuk mengerjakan
proposal kegiatan yang akan dilaksanakan di waktu yang telah ditargetkan. Guru
– guru tahunya yang mengerjakan proposal kegiatan adalah semua anak – anak
OSIS. Tetapi nyatanya anak bertiga tadi yang selalu terlihat disetiap kegiatan.
Tetapi ada juga sebagian guru, hanya mengetahui pengurus OSIS adalah anak
bertiga tadi. Karena saking seringnya anak – anak itu yang selalu terlihat
sibuk mengurusi bermacam – macam kegiatan.
Disamping berorganisasi, dia
berusaha untuk dapat meraih prestasi di kelasnya. Dan usahanya berhasil untuk
semester pertama, dia menjadi juara kelas dengan nilai yang lumayan bagus.
Sampai dia terlarut dalam berorganisasi, dia lupa makan disaat istirahat,
sampai – sampai pulang jam lima sore bahkan pernah pulang maghrib dia baru
teringat untuk makan. Dia kecapekan dengan kondisi seperti itu. Sampai prestasi
di kelasnya perlahan – lahan menurun, walau masih menjadi juara kelas namun
nilainya turun sedikit demi sedikit. Orang tuanya menyalahkan dia, dia tidak
boleh terlalu memberati organisasi, akibatnya prestasi kelasnya menurun. Dia
juga dimarahi karena dia sering tidak makan siang di sekolah, karena uang
sakunya selalu utuh, kalaupun habis itu untuk mencukupi kebutuhan yang lebih
penting seperti foto copy tugasnya.
Semangatnya luar biasa untuk
menggerakkan organisasi dan juga memperbaiki nilainya. Tetapi apa karena memang
dia terlalu capek menangani organisasi membuat kemampuan konsentrasinya di
pelajaran menjadi menurun. Dia terlalu memikirkan kegiatan di organisasinya
sampai mengesampingkan kesehatan tubuhnya, karena dia tidak terlalu
memperhatikan makan siangnya.
Ya benar, Allah membenarkan
prasangka orang tuanya. Disaat dia kelas dua belas, tepatnya di hari terakhir
puasa bulan Ramadhan badannya terasa panas, tetapi dia merasa kedingingan. Dia
pikir, itu karena efek cuaca dingin karena hujan turun malam – malam. Dia
memakai selimut tebal untuk menghangatkan kakinya yang sangat dingin. Dia tidur
dengan rasa demam. Diwaktu sahur, dia dibangunkan ibunya, tetapi dia tidak kuat
untuk bangun. Padahal hari itu adalah sahur terakhir di bulan Ramadhan tahun
ini. Dia hanya tidur terus seharian, mandi saja hanya sekali hari itu, karena
merasakan badannya yang tidak karuan. Hingga tiba moment yang di tunggu –
tunggu semua orang muslim, yaitu hari raya Iedhul Fitri. Setelah satu bulan
penuh menjalankan ibadah puasa, inilah hari yang di tunggu – tunggu. Dimana di
hari ini adalah hari bersuka cita.
Tetapi sungguh, tidak ada yang kebetulan. Dia tidak mampu bangun dari
tidurnya. Badannya semakin tidak karuan rasanya, bahkan banyak sms masuk ke
HP-nya untuk mengucapkan selamat hari raya Iedhul Fitri dari teman – temannya,
jari - jarinya tidak kuat menekan tombol – tombol huruf untuk membalas sms
tersebut. Di depan cermin di kamarnya dia melihat dirinya pucat sekali, mulutnya
merah seperti sehabis makan makanan menggunakan pewarna merah pekat. Ibunya
bertanya kepada dia, tetapi dia tidak mampu menjawab, dan tanpa dia sadari air
mata menetes ke pipinya yang pucat. Ibunya bingung dan ikut meneteskan air
mata. Kebetulan ada saudara dari sumatera datang untuk merayakan hari raya di
Jogja. Saudaranya itu langsung membawa dia ke rumah sakit di kabupaten dengan
mobil yang dibawanya. Di perjalannan dia hanya diam saja, merasakan badannya
yang tidak karuan, nafasnya yang sangat panas seperti uap air panas yang
mendidih.
Sesampainya di rumah sakit,
dia langsung di masukkan ke ruang UGD. Dan beberapa saat kemudian ada perawat
yang langsung menusukkan jarum ke tangan kirinya untuk dipasangi infuse. Di
ruangan itu dia merasa pusing dan tidak karuan badannya. Dia ditemani pamannya
sebelum ibunya datang, karena ibunya mempersiapkan pakaian dan perlengkapan dia
di rumah sakit, karena dia harus dirawat inap untuk dirawat secara intensif.
Setelah dipasangi infuse, dia
dipindah ke suatu ruangan. Disitulah dia dirawat selama sepuluh hari. Selama
itu pula tangannya setiap hari ditusuk dengan jarum suntik untuk diambil
darahnya, diperiksa kadar Trombositnya. Dia tidak tahu penyakit apa yang menyerangnya.
Orang tuanya hanya tahu kalau dia sakit demam berdarah. Tetapi dia mengaku pada
beberapa bagian perutnya ikut merasa sakit. Pada hari – hari pertama
penyakitnya belum diketahui secara pasti. Barulah pada hari ke tiga kalau tidak
salah, dia disuruh puasa sampai dia di USG untuk diketahui penyakitnya. Dia
berfikir, kenapa saya disuruh puasa dalam keadaan seperti ini? Minum saja tidak
boleh? Lemes banget rasanya tidak kuat…
Sampai pada waktunya dia di
USG. Berkali – kali dokter menjalankan alat yang dingin itu di atas perutnya.
Setiap habis gelnya ditambah lagi hingga berulang – ulang. Hasilnya dia tidak
begitu tahu maksudnya. Banyak tulisan yang tidak jelas tertulis di kertas hasil
USG. Dan yang dia tahu bahwa dia mengidap demam berdarah, tipus dan magg. Dia
dimarahi sama ibunya, karena dia sering mengabaikan jadwal makan siangnya,
padahal dia sedang tidak berpuasa. Dia hanya diam dan mendengarkan betul –
betul nasehat ibunya.
“Makanya nduk, kalau lapar ya makan aja. Kalau perlu bawa bekal dari rumah.
Ini akibatnya kamu kemarin mengesampingkan jadwal makan siang mu! Terlalu
memberati kegiatan sekolah sampai – sampai lupa makan…” ibunya marah tetapi
merasa kasihan kepadanya.
Orang yang pertama
menjenguknya adalah ibu guru yang selalu memperhatikannya, dengan ditemani
seorang putrinya. Dia terharu, bahwa ternyata ada guru yang memperhatikan benar
dirinya. Dan ternyata tidak disangka – sangka ada seorang temannya yang
diberitahu ibu lewat sms bahwa dia sakit, temannya yang saat itu sedang di
Jakarta tempat saudara dan ibunya, menangis mendengar kabar itu. Kemudian
sesampai temannya itu di Jogja, langsung menjenguknya ke rumah sakit. Banyak
teman – teman yang tidak Ia duga datang menjenguk, entah dari organisasi
kampung atau dari sekolah. Sungguh sedih terlihat di wajahnya, karena Iedhul
Fitri tahun ini dia dan keluarganya harus melewatinya di rumah sakit. Padahal
di bulan September ini pula ibunya ulang tahun, tetapi dia tidak bisa
memberikan hadiah kepada ibunya. Malahan kejadian tidak disangka – sangka dia
jatuh sakit dan harus menginap di rumah sakit. Setelah dia agak mendingan
ternyata adiknya ikut – ikutan sakit demam berdarah. Padahal sebelumnya,
adiknya itu dalam keadaan sehat – sehat saja. Bahkan adiknya sempat berlibur ke
Munthilan tempat pamannya tinggal.
Dia merasa jenuh dengan
suasana rumah sakit, ingin pulang dan tidur di rumah. Dan selang beberapa hari
kemudian dia di perbolehkan pulang. Dia sangat bersyukur, mendapat keringanan
biaya dari rumah sakit. Karena keluarganya mendapat jaminan kesehatan
masyarakat, yang biasanya di peruntukkan bagi keluarga kurang mampu. Tetapi
adiknya masih dirawat di rumah sakit. Orang tuanya bolak – balik ke rumah dan
rumah sakit, karena dia dan adiknya berada di tempat yang berbeda dan sama -
sama memerlukan perhatian. Sesampainya dia di rumah, orang – orang kampung pun
berdatangan ke rumah untuk menjenguknya. Saudara – saudara yang ketika di rumah
sakit belum menjenguk, langsung berdatangan untuk menjenguknya. Walaupun dia
sudah merasa sehat, tetapi rasa mabuknya masih terasa. Mungkin karena efek
obatnya atau memang dia belum sembuh total. Beberapa hari kemudian adiknya
menyusul pulang. Sungguh rasanya, Iedhul Fitri tahun ini kurang bahagia untuk
keluarganya.
Di hari pertama masuk sekolah
seharusnya dia masuk untuk syawalan dengan keluarga sekolahnya. Namun dia harus
control ke rumah sakit. Sebenarnya teman – teman sekelasnya datang ke rumah
ketika mereka selesai acara syawalan, akan tetapi dia sedang mengantri duduk di
tempat pengantrian, dari jam tujuh pagi dia menunggu. Dan pada akhirnya jam
setengah tigaan baru dipanggil oleh dokternya. Dia merasa loyo, tidak punya
semangat. Karena biasanya pada saat moment seperti ini dia berbahagia, namun saat
ini dia menderita.
Di sekolah pada awal – awal dia masuk, guru – guru memaklumi keadaannya.
Tetapi memang karena dia adalah seorang siswa yang biasanya sibuk dengan
berbagai macam kegiatan, namun saat ini dia pasif, dia merasa aneh dengan
dirinya sendiri.
Hari – hari berlalu. Karena
dia sudah kelas dua belas, guru – guru melarangnya ikut organisasi. Fokus!
Dengan UNAS yang akan segera dia hadapi. Dan benar, keadaan sakit yang pernah
dideritanya membuat konsentrasinya menurun. Terutama disaat pelajaran bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, nilainya naik turun. Sampai – sampai dia merengek
pada gurunya, kalau konsentrasinya sulit dikendalikan. Tetapi berkat dorongan
dari niat, orang tua, guru dan teman – temannya dia berhasil lolos dengan nilai
UNAS 34,68. Angka yang lumayan membanggakan. Betapa tidak? Dilihat dari nilai –
nilai sebelumnya yang sempat naik turun dan dia masih menerapkan prinsipnya,
bahwa nilai sendiri lebih memuaskan dari pada nilai banyak yang tidak murni.
Dan tidak dia sangka pula, dia berhasil masuk ke sepuluh besar berprestasi satu
sekolahan. Dan mendapatkan beasiswa untuk dapat melanjutkan studynya di
universitas impiannya.
Dan semua ini tidak ada yang
kebetulan! Jika kita membantu agamanya Allah, niscaya urusan kita akan di
mudahkan. Dimana ada kemauan dan niat, disitulah ada jalan. Bahkan disaat yang
tidak disangka – sangka, Allah menampakkan kasih sayang-Nya, melalui orang –
orang disekitar kita. Yang mungkin kita berfikir bahwa orang – orang
disekeliling kita itu, tidak begitu memperhatikan diri kita, tetapi disaat yang
tidak terduga mereka begitu perhatian kepada kita.
Anda tahu? Siapa pemeran utama
yang saya kisahkan? Yaitu diri saya sendiri. Saya bangga menjadi diri saya
sendiri. Sebelum saya mengikuti ESQ, saya tidak tahu tujuan hidup saya. Jadi
Guru kah? Wirausahawan? Saya tidak tahu dan bingung menjawabnya. Dan setelah
saya mengikuti ESQ tanggal 8 dan 9 Agustus kemarin, sungguh luar biasa, rasanya
seperti disikat bersih hati ini, rontok semua perasaan ragu dan semua belenggu.
aya baru tersadar, setelah sekian lamanya pingsan dari hidup ini. Bahwa hidup ini adalah untuk tujuan yang satu!
Yaitu mengharap ridhonya Allah, untuk mencapai surga-Nya. Apapun diri kita saat
ini, tidak lain hanyalah sebagai jalan kita masing – masing untuk mendapatkan
surganya Allah. Selamat berjuang!!!
Betty Ayu Noviani
No comments:
Post a Comment