Monday, December 12, 2011

Dimensi


                Sebuah kisah nyata dari seseorang yang saya kenali. Ada seorang remaja putri, umurnya tidak jauh dari saya. Dia berasal dari keluarga sederhana, keluarga yang biasa – biasa saja. Dia pernah sekolah di suatu sekolah menengah pertama (SMP) yang dianggap lumayan bagus oleh masyarakat di desanya. Sehari – harinya dia diberi uang saku oleh bapaknya seribu rupiah, jumlah yang tidak sedikit pikirnya. Iya, pada tahun 2007 di kelas tujuh waktu itu. Setiap teman – temannya jajan di kantin, dia juga ikut ke kantin. Tetapi melihat uang sakunya dia jadi mikir – mikir mau jajan apa saat itu. Saya betul – betul ingat, dia beli roti Melati yang saat itu masih dapat mengenyangkan perut dengan harga lima ratus rupiah. Dengan teman setianya yaitu susu kedelai, juga seharga lima ratus rupiah. Waktu itu dia sangat bersyukur, walupun uang sakunya sedikit dari pada teman – teman yang lainnya. Rumahnya pun juga tidak terlalu jauh dari sekolah, sehingga dia bisa berjalan kaki untuk sampai kesekolahnya. Sampai pada suatu saat, ada temannya satu kelas mengejek dia. Ya karena setiap istirahat pertama, dia selalu beli roti Melati dan susu kedelai.

“Eh, kamu kok beli susu dele sama roti terus tho? Ntar kebanyakan protein nggak baik lho… hehehe.” Ejek salah satu teman sekelasnya. Tetapi dia diam saja, hanya membalas dengan senyuman di wajahnya. Didalam hati kecilnya dia berkata, seandainya saya punya uang lebih dari ini tidak mungkin saya beli ini terus. Satu – satunya jalan untuk kenyang sampai nanti siang ya beli roti sama susu kedelai.
Setiap hari dia jajan seperti itu, sampai dia naik ke kelas yang lebih tinggi dia juga tetap diberi uang saku oleh orang tuanya seribu rupiah per harinya. Tetapi sepekan sekali orang tuanya sehabis bayaran kerja, baru dia diberi jatah untuk uang sakunya. Semuanya tidak ada yang kebetulan, sewaktu dia naik ke kelas delapan kantinnya jauh dari ruang kelasnya. Bisa dibilang dia anak yang malas, karena dia tidak mau keluar ruang kelas untuk pergi ke kantin. Dia sengaja menahan laparnya. Dia berpikir kalau hanya menahan lapar sampai nanti pulang sekolah jam setengah dua, sanggup tidak akan memberi efek padanya. Dia malah lebih banyak pergi ke perpustakaan yang lebih dekat dari ruang kelasnya. Sampai – sampai penjaga perpus hafal dengannya. Begitu seterusnya sampai dia naik ke kelas Sembilan, kalau tidak pergi ke perpus ya ke musholla, karena memang ruang kelasnya lebih dekat dengan perpustakaan dan musholla.
Salut saya kepadanya, karena dengan sikapnya yang demikian membuat bangga orang tuanya. Bagaimana tidak? Setiap ada kebutuhan sekolah yang mendadak, dia berusaha untuk tidak minta uang kepada orang tuanya. Dia gunakan uang saku yang selama ini dia simpan. Bahkan ketika orang tuanya membutuhkan uang, dia berikan uang simpanan itu. Uang saku yang diberikan bapaknya setiap sepekan sekali. Ya mungkin tidak terlalu banyak jumlahnya, jika dibandingkan dengan jumlah sepekan uang saku teman yang lainnya. Walau dia adalah anak yang biasa – biasa saja, tetapi ketika dia lulus dari SMP mampu menunjukkan kerja keras orang tuanya dengan nilai UNAS 32,75. Menurut saya, itu adalah nilai yang lumayan bagus dan memang pantas untuk dia. Karena disetiap ulangan dia jarang sekali nyontek bahkan bertanya pada teman yang lain. Atau mungkin bisa dibilang tidak pernah, saya jarang melihat dia menyontek pekerjaan yang lain. Dari pada teman saya yang lainnya lulus dengan nilai 33,sekian. Tetapi tidak murni dia yang mengerjakan.
Setelah dia keluar dari SMP, dia bingung mau melanjutkan sekolah dimana. Bapaknya mencoba mendaftarkannya di Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) di kota. Tetapi memang nasibnya. Yang mendaftar kesana ada delapan ratus orang, dan yang dibutuhkan hanya sekitar dua ratus orang. Dia termasuk yang tidak beruntung sekolah disana. Bapaknya bingung, mau disekolahkan dimana anaknya itu. Dengan harapan, setelah dia lulus dapat langsung bekerja dan dapat membantu orang tuanya. Banyak Sekolah Menengah Atas dimintai brosur, untuk dibaca – baca tentang sekolah itu. Ditimbang – timbang, mau dimasukkan ke sekolah mana anaknya itu.
Sampai pada saatnya, bapaknya mikir kalau yang penting melanjutkan sekolah untuk mendapatkan ijazah. Masalah yang lainnya karena memang orang tuanya tidak mampu untuk membayar banyak. Dan akhirnya dia disekolahkan di Sekolah Menengah Kejuruan di kecamatan. Sekolah yang tergolong paling murah jika dibandingkan dengan sekolah se-Yogyakarta. Dia didaftarkan bapaknya kejurusan tata boga. Padahal dia ingin masuk di jurusan tata busana.
“Yang penting dapat ijazahnya nduk. Kalau mau bisa menjahit besuk kursus saja.” Bapaknya menanggapi kemauannya.
Dia masuk ke sekolahnya itu, disambut baik oleh guru yang yang menangani. Dari tes wawancara hingga selesai proses pendaftaran dia dikenali beberapa guru di sekolah itu. Setelah masuk ke kelas pun dia sudah di hafali oleh guru yang menangani pendaftarannya. Tetapi dia masih merasa asing dengan lingkungan barunya. Terbawa suasana saat masih di SMP, dia jarang main ketika istirahat. Hanya berteman dengan buku – buku di perpustakaan atau hanya berdiam diri di kelas mengerjakan sesuatu. Akibatnya di SMK pun dia tergolong anak yang pendiam. Sedikit teman dan jarang keluar kelas untuk ke kantin. Ya, biasanya dia pergi ke perpus atau musholla. Kebiasaannya itu membuat dia dicap “anker” oleh teman – temannya. Jarang ada yang mau bertanya kepadanya.
Sampai pada suatu saat dia didekati oleh teman barunya. “Eh, kamu kok diem aja tho? Mbok ya cerita – cerita. Kan banyak temennya…”
Dia hanya tersenyum dan tertawa kecil. Malahan temannya tadi cerita tentang uang sakunya yang diberi oleh orang tuanya. Dia tenang menanggapi itu, dia menceritakan keadaannya bahwa uang sakunya dijatah per pekan dua belas ribu, yah naiklah dari SMP, karena dia harus bersepeda lumayan jauh untuk sampai di sekolah barunya. Temannya kaget mendengar pengakuannya. Diam dan tercengang, pikirnya kok masih ada jaman sekarang ada anak yang mau di kasih uang saku setiap minggunya dua belas ribu… sampai mana uang dua ribu sehari? Cuman buat beli gorengan dapat empat. Walaupun demikian dia biasa saja menanggapi keadaan itu. Nyatanya dia masih bisa berangkat ke sekolah untuk belajar.
Disaat pemilihan OSIS, dia dicalonkan oleh teman sekelasnya. Alhasil, dia menjadi anggota OSIS masa jabatan 2008/2009 dengan jabatan sebagai anggota sie budi pekerti luhur. Tetapi didalam organisasi itu, sungguh kecewa dia dengan pengurus OSIS. Karena orang yang terpilih sebagai pengurus inti sangat kecil dampaknya untuk menggerakkan organisasi itu. Dan dia tergerak untuk membangkitkan semangat berorganisasi. Disaat teman – teman yang lain menyerah untuk berjuang menjalankan program kerjanya, dia menjadi salah seorang yang membangkitkan jiwa berorganisasi. Dari puluhan anak yang terpilih menjadi pengurus OSIS, hanya tiga orang yang benar – benar mau memperjuangkan program kerjanya. Dan dia termasuk, menjadi salah seorang dari ketiga orang tersebut. Disaat liburan sekolah, orang bertiga tadi berangkat sekolah untuk mengerjakan proposal kegiatan yang akan dilaksanakan di waktu yang telah ditargetkan. Guru – guru tahunya yang mengerjakan proposal kegiatan adalah semua anak – anak OSIS. Tetapi nyatanya anak bertiga tadi yang selalu terlihat disetiap kegiatan. Tetapi ada juga sebagian guru, hanya mengetahui pengurus OSIS adalah anak bertiga tadi. Karena saking seringnya anak – anak itu yang selalu terlihat sibuk mengurusi bermacam – macam kegiatan.
Disamping berorganisasi, dia berusaha untuk dapat meraih prestasi di kelasnya. Dan usahanya berhasil untuk semester pertama, dia menjadi juara kelas dengan nilai yang lumayan bagus. Sampai dia terlarut dalam berorganisasi, dia lupa makan disaat istirahat, sampai – sampai pulang jam lima sore bahkan pernah pulang maghrib dia baru teringat untuk makan. Dia kecapekan dengan kondisi seperti itu. Sampai prestasi di kelasnya perlahan – lahan menurun, walau masih menjadi juara kelas namun nilainya turun sedikit demi sedikit. Orang tuanya menyalahkan dia, dia tidak boleh terlalu memberati organisasi, akibatnya prestasi kelasnya menurun. Dia juga dimarahi karena dia sering tidak makan siang di sekolah, karena uang sakunya selalu utuh, kalaupun habis itu untuk mencukupi kebutuhan yang lebih penting seperti foto copy tugasnya.
Semangatnya luar biasa untuk menggerakkan organisasi dan juga memperbaiki nilainya. Tetapi apa karena memang dia terlalu capek menangani organisasi membuat kemampuan konsentrasinya di pelajaran menjadi menurun. Dia terlalu memikirkan kegiatan di organisasinya sampai mengesampingkan kesehatan tubuhnya, karena dia tidak terlalu memperhatikan makan siangnya.
Ya benar, Allah membenarkan prasangka orang tuanya. Disaat dia kelas dua belas, tepatnya di hari terakhir puasa bulan Ramadhan badannya terasa panas, tetapi dia merasa kedingingan. Dia pikir, itu karena efek cuaca dingin karena hujan turun malam – malam. Dia memakai selimut tebal untuk menghangatkan kakinya yang sangat dingin. Dia tidur dengan rasa demam. Diwaktu sahur, dia dibangunkan ibunya, tetapi dia tidak kuat untuk bangun. Padahal hari itu adalah sahur terakhir di bulan Ramadhan tahun ini. Dia hanya tidur terus seharian, mandi saja hanya sekali hari itu, karena merasakan badannya yang tidak karuan. Hingga tiba moment yang di tunggu – tunggu semua orang muslim, yaitu hari raya Iedhul Fitri. Setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa, inilah hari yang di tunggu – tunggu. Dimana di hari ini adalah hari bersuka cita.
Tetapi sungguh, tidak ada yang kebetulan. Dia tidak mampu bangun dari tidurnya. Badannya semakin tidak karuan rasanya, bahkan banyak sms masuk ke HP-nya untuk mengucapkan selamat hari raya Iedhul Fitri dari teman – temannya, jari - jarinya tidak kuat menekan tombol – tombol huruf untuk membalas sms tersebut. Di depan cermin di kamarnya dia melihat dirinya pucat sekali, mulutnya merah seperti sehabis makan makanan menggunakan pewarna merah pekat. Ibunya bertanya kepada dia, tetapi dia tidak mampu menjawab, dan tanpa dia sadari air mata menetes ke pipinya yang pucat. Ibunya bingung dan ikut meneteskan air mata. Kebetulan ada saudara dari sumatera datang untuk merayakan hari raya di Jogja. Saudaranya itu langsung membawa dia ke rumah sakit di kabupaten dengan mobil yang dibawanya. Di perjalannan dia hanya diam saja, merasakan badannya yang tidak karuan, nafasnya yang sangat panas seperti uap air panas yang mendidih.
Sesampainya di rumah sakit, dia langsung di masukkan ke ruang UGD. Dan beberapa saat kemudian ada perawat yang langsung menusukkan jarum ke tangan kirinya untuk dipasangi infuse. Di ruangan itu dia merasa pusing dan tidak karuan badannya. Dia ditemani pamannya sebelum ibunya datang, karena ibunya mempersiapkan pakaian dan perlengkapan dia di rumah sakit, karena dia harus dirawat inap untuk dirawat secara intensif.
Setelah dipasangi infuse, dia dipindah ke suatu ruangan. Disitulah dia dirawat selama sepuluh hari. Selama itu pula tangannya setiap hari ditusuk dengan jarum suntik untuk diambil darahnya, diperiksa kadar Trombositnya. Dia tidak tahu penyakit apa yang menyerangnya. Orang tuanya hanya tahu kalau dia sakit demam berdarah. Tetapi dia mengaku pada beberapa bagian perutnya ikut merasa sakit. Pada hari – hari pertama penyakitnya belum diketahui secara pasti. Barulah pada hari ke tiga kalau tidak salah, dia disuruh puasa sampai dia di USG untuk diketahui penyakitnya. Dia berfikir, kenapa saya disuruh puasa dalam keadaan seperti ini? Minum saja tidak boleh? Lemes banget rasanya tidak kuat…
Sampai pada waktunya dia di USG. Berkali – kali dokter menjalankan alat yang dingin itu di atas perutnya. Setiap habis gelnya ditambah lagi hingga berulang – ulang. Hasilnya dia tidak begitu tahu maksudnya. Banyak tulisan yang tidak jelas tertulis di kertas hasil USG. Dan yang dia tahu bahwa dia mengidap demam berdarah, tipus dan magg. Dia dimarahi sama ibunya, karena dia sering mengabaikan jadwal makan siangnya, padahal dia sedang tidak berpuasa. Dia hanya diam dan mendengarkan betul – betul nasehat ibunya.
“Makanya nduk, kalau lapar ya makan aja. Kalau perlu bawa bekal dari rumah. Ini akibatnya kamu kemarin mengesampingkan jadwal makan siang mu! Terlalu memberati kegiatan sekolah sampai – sampai lupa makan…” ibunya marah tetapi merasa kasihan kepadanya.
Orang yang pertama menjenguknya adalah ibu guru yang selalu memperhatikannya, dengan ditemani seorang putrinya. Dia terharu, bahwa ternyata ada guru yang memperhatikan benar dirinya. Dan ternyata tidak disangka – sangka ada seorang temannya yang diberitahu ibu lewat sms bahwa dia sakit, temannya yang saat itu sedang di Jakarta tempat saudara dan ibunya, menangis mendengar kabar itu. Kemudian sesampai temannya itu di Jogja, langsung menjenguknya ke rumah sakit. Banyak teman – teman yang tidak Ia duga datang menjenguk, entah dari organisasi kampung atau dari sekolah. Sungguh sedih terlihat di wajahnya, karena Iedhul Fitri tahun ini dia dan keluarganya harus melewatinya di rumah sakit. Padahal di bulan September ini pula ibunya ulang tahun, tetapi dia tidak bisa memberikan hadiah kepada ibunya. Malahan kejadian tidak disangka – sangka dia jatuh sakit dan harus menginap di rumah sakit. Setelah dia agak mendingan ternyata adiknya ikut – ikutan sakit demam berdarah. Padahal sebelumnya, adiknya itu dalam keadaan sehat – sehat saja. Bahkan adiknya sempat berlibur ke Munthilan tempat pamannya tinggal.
Dia merasa jenuh dengan suasana rumah sakit, ingin pulang dan tidur di rumah. Dan selang beberapa hari kemudian dia di perbolehkan pulang. Dia sangat bersyukur, mendapat keringanan biaya dari rumah sakit. Karena keluarganya mendapat jaminan kesehatan masyarakat, yang biasanya di peruntukkan bagi keluarga kurang mampu. Tetapi adiknya masih dirawat di rumah sakit. Orang tuanya bolak – balik ke rumah dan rumah sakit, karena dia dan adiknya berada di tempat yang berbeda dan sama - sama memerlukan perhatian. Sesampainya dia di rumah, orang – orang kampung pun berdatangan ke rumah untuk menjenguknya. Saudara – saudara yang ketika di rumah sakit belum menjenguk, langsung berdatangan untuk menjenguknya. Walaupun dia sudah merasa sehat, tetapi rasa mabuknya masih terasa. Mungkin karena efek obatnya atau memang dia belum sembuh total. Beberapa hari kemudian adiknya menyusul pulang. Sungguh rasanya, Iedhul Fitri tahun ini kurang bahagia untuk keluarganya.
Di hari pertama masuk sekolah seharusnya dia masuk untuk syawalan dengan keluarga sekolahnya. Namun dia harus control ke rumah sakit. Sebenarnya teman – teman sekelasnya datang ke rumah ketika mereka selesai acara syawalan, akan tetapi dia sedang mengantri duduk di tempat pengantrian, dari jam tujuh pagi dia menunggu. Dan pada akhirnya jam setengah tigaan baru dipanggil oleh dokternya. Dia merasa loyo, tidak punya semangat. Karena biasanya pada saat moment seperti ini dia berbahagia, namun saat ini dia menderita.
Di sekolah pada awal – awal dia masuk, guru – guru memaklumi keadaannya. Tetapi memang karena dia adalah seorang siswa yang biasanya sibuk dengan berbagai macam kegiatan, namun saat ini dia pasif, dia merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Hari – hari berlalu. Karena dia sudah kelas dua belas, guru – guru melarangnya ikut organisasi. Fokus! Dengan UNAS yang akan segera dia hadapi. Dan benar, keadaan sakit yang pernah dideritanya membuat konsentrasinya menurun. Terutama disaat pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, nilainya naik turun. Sampai – sampai dia merengek pada gurunya, kalau konsentrasinya sulit dikendalikan. Tetapi berkat dorongan dari niat, orang tua, guru dan teman – temannya dia berhasil lolos dengan nilai UNAS 34,68. Angka yang lumayan membanggakan. Betapa tidak? Dilihat dari nilai – nilai sebelumnya yang sempat naik turun dan dia masih menerapkan prinsipnya, bahwa nilai sendiri lebih memuaskan dari pada nilai banyak yang tidak murni. Dan tidak dia sangka pula, dia berhasil masuk ke sepuluh besar berprestasi satu sekolahan. Dan mendapatkan beasiswa untuk dapat melanjutkan studynya di universitas impiannya.
Dan semua ini tidak ada yang kebetulan! Jika kita membantu agamanya Allah, niscaya urusan kita akan di mudahkan. Dimana ada kemauan dan niat, disitulah ada jalan. Bahkan disaat yang tidak disangka – sangka, Allah menampakkan kasih sayang-Nya, melalui orang – orang disekitar kita. Yang mungkin kita berfikir bahwa orang – orang disekeliling kita itu, tidak begitu memperhatikan diri kita, tetapi disaat yang tidak terduga mereka begitu perhatian kepada kita.
Anda tahu? Siapa pemeran utama yang saya kisahkan? Yaitu diri saya sendiri. Saya bangga menjadi diri saya sendiri. Sebelum saya mengikuti ESQ, saya tidak tahu tujuan hidup saya. Jadi Guru kah? Wirausahawan? Saya tidak tahu dan bingung menjawabnya. Dan setelah saya mengikuti ESQ tanggal 8 dan 9 Agustus kemarin, sungguh luar biasa, rasanya seperti disikat bersih hati ini, rontok semua perasaan ragu dan semua belenggu.
aya baru tersadar, setelah sekian lamanya pingsan dari hidup ini. Bahwa hidup ini adalah untuk tujuan yang satu! Yaitu mengharap ridhonya Allah, untuk mencapai surga-Nya. Apapun diri kita saat ini, tidak lain hanyalah sebagai jalan kita masing – masing untuk mendapatkan surganya Allah. Selamat berjuang!!!

Betty Ayu Noviani

No comments:

Post a Comment