Tidak ada budi yang dapat
membalas cinta seorang ibu. Apalagi mengimbanginya. Demikianlah yang
diungkapkan Anis Matta, Lc. Dalam sebuah tulisannya. Bicara tentang cinta orang
tua, masing-masing kita pasti memiliki kenangan-kenangan betapa besar kasih
saying mereka, betapa tulus kerja keras dan pengorbanan mereka untuk menghidupi
dan “menghidupkan” kita.
Keberhasilan demi keberhasilan
yang kita tuai dalam perjalanan hidup tidak pernah lepas dari peran orang tua.
Di sana, ada doa, air mata, tetes keringat, dan cinta. Seberapa pun banyaknya
harta yang kita miliki tak akan pernah sanggup mengimbangi segala yang telah
mereka berikan.
Maka, birrul waladain –berbuat
kebaikan kepada orang tua sebanyak-banyaknya- adalah suatu kewajiban.
Sebagaimana yang diperintahkan Alloh dalam Q.S Luqman : 14. Alangkah lebih
indah bila kewajiban berbakti ini dimaknai sebagai dorongan untuk terus
“bertumbu” dan menyiapkan reuni keluarga di surga.
Bakti untuk bahagia, yakni
memahami bakti bukan sebagai “sekadar kewajiban”, lebih dari itu, sebagai
“dorongan cinta”. Dari Mus’ab bin Umair kita belajar cinta. Ia prioritaskan
bakti itu sebagai bukti cinta dan harapan agar sang ibu beroleh hidayah.
Dari kacamata bakti inilah kita
bias mengukur diri, sejauh mana usaha yang sudah kita lakukan untuk
membahagiakan orang tua. Terutama bahagia dalam arti yang sejati, dalam bingkai
cinta dan ridho-Nya.
desi F
No comments:
Post a Comment