Wednesday, December 21, 2011

Hak mutlak Wanita adalah Menjadi IBU



Wanita, sebuah kata yang penuh dengan cerita. Wanita diciptakan Alloh dengan segala keunikan, tanggungjawab dan hak. Hak yang paling mulia bagi wanita yang diberikan oleh Alloh SWT adalah menjadi seorang ibu. IBU, kata sederhana yang begitu indah maknanya. Ketika menjadi ibu, seorang wanita diberi kesempatan menimbun banyak pahala. Mengapa demikian? Wanita akan mengandung selama 9 bulan 10 hari, mempertaruhkan nyawa dengan sekuat tenaga melahirkan seorang penerus peradaban manusia, menyusui hingga 2 tahun lalu mendidiknya hingga anak yang ia lahirkan menjadi manusia yang utuh dan mampu mengemban amanah.

Bakti untuk Bahagia


Tidak ada budi yang dapat membalas cinta seorang ibu. Apalagi mengimbanginya. Demikianlah yang diungkapkan Anis Matta, Lc. Dalam sebuah tulisannya. Bicara tentang cinta orang tua, masing-masing kita pasti memiliki kenangan-kenangan betapa besar kasih saying mereka, betapa tulus kerja keras dan pengorbanan mereka untuk menghidupi dan “menghidupkan” kita.
Keberhasilan demi keberhasilan yang kita tuai dalam perjalanan hidup tidak pernah lepas dari peran orang tua. Di sana, ada doa, air mata, tetes keringat, dan cinta. Seberapa pun banyaknya harta yang kita miliki tak akan pernah sanggup mengimbangi segala yang telah mereka berikan.
Maka, birrul waladain –berbuat kebaikan kepada orang tua sebanyak-banyaknya- adalah suatu kewajiban. Sebagaimana yang diperintahkan Alloh dalam Q.S Luqman : 14. Alangkah lebih indah bila kewajiban berbakti ini dimaknai sebagai dorongan untuk terus “bertumbu” dan menyiapkan reuni keluarga di surga.
Bakti untuk bahagia, yakni memahami bakti bukan sebagai “sekadar kewajiban”, lebih dari itu, sebagai “dorongan cinta”. Dari Mus’ab bin Umair kita belajar cinta. Ia prioritaskan bakti itu sebagai bukti cinta dan harapan agar sang ibu beroleh hidayah.
Dari kacamata bakti inilah kita bias mengukur diri, sejauh mana usaha yang sudah kita lakukan untuk membahagiakan orang tua. Terutama bahagia dalam arti yang sejati, dalam bingkai cinta dan ridho-Nya.

desi F

-Tentang ibu yang kita rindu-




Pada apapun…
Sedang terhuyung ke kampus,
Laptop, paper, tugas, kuliah dan amanah menggelayut
Karena panas sedang tak akur dengan hujan
dan dingin sedang senang berlarian
maka sudahlah, acuhkan saja…
berkaca pada bulan, dan kita pandang bersamaan
dipelatari sujud dalam, dan kuat bertahan
apapun Bu….
Apapun,
Pada setiap huruf di kata yang dibaca sekarang
Pada gerimis yang turun perlahan
Pada angin yang tak pernah diam
Pada ribuan mata malaikat di sepertiga malam
Aku selipkan rindu untukmu
Biarlah kita menangis bersama dikejauhan
Tersungkur dihadapanNYA
by Aprida NRS



Monday, December 12, 2011

Dimensi


                Sebuah kisah nyata dari seseorang yang saya kenali. Ada seorang remaja putri, umurnya tidak jauh dari saya. Dia berasal dari keluarga sederhana, keluarga yang biasa – biasa saja. Dia pernah sekolah di suatu sekolah menengah pertama (SMP) yang dianggap lumayan bagus oleh masyarakat di desanya. Sehari – harinya dia diberi uang saku oleh bapaknya seribu rupiah, jumlah yang tidak sedikit pikirnya. Iya, pada tahun 2007 di kelas tujuh waktu itu. Setiap teman – temannya jajan di kantin, dia juga ikut ke kantin. Tetapi melihat uang sakunya dia jadi mikir – mikir mau jajan apa saat itu. Saya betul – betul ingat, dia beli roti Melati yang saat itu masih dapat mengenyangkan perut dengan harga lima ratus rupiah. Dengan teman setianya yaitu susu kedelai, juga seharga lima ratus rupiah. Waktu itu dia sangat bersyukur, walupun uang sakunya sedikit dari pada teman – teman yang lainnya. Rumahnya pun juga tidak terlalu jauh dari sekolah, sehingga dia bisa berjalan kaki untuk sampai kesekolahnya. Sampai pada suatu saat, ada temannya satu kelas mengejek dia. Ya karena setiap istirahat pertama, dia selalu beli roti Melati dan susu kedelai.

PENGORBANAN LUAR BIASA SEORANG BAPAK TUA


Hari itu, selepas magrib aku berencana pergi ke angkringan Satari yang terkenal enak dan ramai pengunjung di ujung jalan Magelang untuk membeli nasi kucing. Rintik hujan di luar tidak membuatku gentar, aku nekat menerobos hujan tanpa mantel, tanpa payung. Tak peduli jika badanku basah oleh air hujan, toh belum mandi juga, pikirku. 
Kepadatan lalu lintas di jalan raya Jogja Magelang selepas magrib dan air hujan yang turun malam itu, membuat jalanan terlihat samar-samar, ditambah pula mataku yang memang sudah minus. Aku berhenti di depan toko oleh-oleh khas Jogja, menunggu jalanan sepi untuk menyeberang jalan. Samar kulihat dari kejauhan,  seorang wanita berpakaian putih menggenakan paying merah berjalan mendekat ke arahku. Ternyata bu Dar tetanggaku pemilik rumah gedong di samping toko oleh-oleh khas Jogja, beliau baru saja pulang dari masjid. Kami hanya bertatapan kemudian tersenyum, bu Dar pun melanjutkan perjalanannya.

The Brother Ton



Kehidupan itu ibarat sebuah sekolah tempat melakukan pembelajaran-pembelajaran dan perbaikan-perbaikan. Sekolah hanya akan melahirkan lulusan terbaik jika para siswanya mau belajar dengan sungguh-sungguh dan benar-benar mau menilik segala sisi positif dari hidupnya. Ia yang mampu bangkit pada posisi paling sulit, kegagalan paling hebat.
(Fathelvi Mudaris dalam “Untukmu, Wahai Para Pemenang!”, dikutip dari www.eramuslim.com)
Rumahku sederhana, di desa Sruweng Kabupaten Kebumen. Jauh dari keramaian, sunyi, dan sejuk. Banyak pepohonan di sekeliling rumahku. Bapak memang hobi berkebun, bertani, dan beternak. Ada banyak pohon, buah dan sayuran. Mamak jarang beli sayuran, tinggal memetik di belakang rumah. Ada bayam, terong, pare, dan masih banyak yang lain.
Di desaku, banyak yang jadi buruh di pabrik Pak Haji dengan gaji sekitar Rp 15.000/hari dari pukul 07.00 WIB sampai 16.00 WIB. Orang-orang memanggil Pak Haji karena beliau sudah naik haji lima kali. Pabrik gentengnya lebih dari sepuluh. Di desaku, memang banyak yang punya pabrik genteng karena tanah di daerah kami mengandung lempung (tanah liat) yang sangat baik untuk membuat genteng/batu bata. Ada yang pabriknya cuma satu, sehingga untung yang didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ada yang bangkrut di tengah jalan. Ada juga yang sukses sampai bisa membeli truk. Nah, Pak Haji itulah salah satu pengusaha genteng paling sukses di desaku. Para pemuda/pemudi yang sudah habis kontrak di Jakarta atau yang kena PHK biasanya juga jadi buruh Pak Haji, tidak ada pilihan lain.